
Perbatasan Thailand–Kamboja kembali pttogel memanas. Ketegangan yang selama ini meradang akhirnya pecah menjadi pertempuran terbuka. Hingga saat ini, tercatat sudah 9 warga sipil tewas dalam bentrokan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Awal Konflik: Sengketa Lama yang Kembali Membara
Konflik antara Thailand dan Kamboja bukan hal baru. Kedua negara sudah lama berselisih terutama terkait batas wilayah yang melibatkan kompleks Kuil Preah Vihear—sebuah situs warisan dunia UNESCO yang telah lama menjadi sumber ketegangan.
Meski Mahkamah Internasional pada 1962 telah menyatakan bahwa kuil itu merupakan bagian dari Kamboja, perbatasan sekitarnya tetap menjadi titik sengketa. Sejak awal Juli 2025, tanda-tanda ketegangan meningkat drastis setelah masing-masing pihak memperkuat kehadiran militer di daerah yang disengketakan.
Pertempuran Meletus: Tembakan Artileri dan Evakuasi Massal
Pertempuran pertama dilaporkan pecah pada 20 Juli 2025. Kedua pihak saling menembakkan artileri dan senjata berat, menyebabkan kerusakan besar di wilayah perbatasan.
Desa-desa di sekitar Provinsi Oddar Meanchey (Kamboja) dan Provinsi Sisaket (Thailand) menjadi zona bahaya. Ribuan warga sipil dari kedua sisi dilaporkan telah dievakuasi ke tempat penampungan darurat. Kementerian Dalam Negeri Kamboja menyebutkan bahwa lebih dari 3.500 warga telah meninggalkan rumah mereka.
Korban jiwa terus bertambah. Hingga saat ini, sudah tercatat 9 warga sipil tewas, terdiri dari lima warga Kamboja dan empat warga Thailand. Puluhan lainnya mengalami luka-luka, termasuk anak-anak dan lansia.
Pernyataan Resmi dari Kedua Negara
Pemerintah Kamboja menyebutkan bahwa pasukan Thailand melanggar wilayah mereka dan melakukan serangan sepihak. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, dalam konferensi pers menyatakan:
“Kami tidak menginginkan perang, tetapi kami tidak akan mundur dalam mempertahankan kedaulatan dan tanah air kami.”
Sementara itu, pemerintah Thailand menyatakan bahwa serangan bermula dari tembakan provokatif militer Kamboja terhadap pos penjagaan mereka. Menteri Pertahanan Thailand menyebut pihaknya hanya merespons serangan tersebut dan menegaskan bahwa operasi militer mereka bersifat defensif.
Upaya Diplomatik dan Seruan Internasional
Komunitas internasional menyerukan penghentian segera konflik dan kembali ke meja perundingan. ASEAN, melalui Sekretaris Jenderal-nya, telah meminta kedua negara untuk menahan diri dan mengizinkan tim mediasi masuk.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyuarakan keprihatinan serius atas meningkatnya korban sipil dan meminta akses kemanusiaan ke wilayah terdampak. Namun, hingga kini, belum ada kesepakatan untuk gencatan senjata.
Dampak Ekonomi dan Kemanusiaan
Selain kerugian nyawa dan kerusakan infrastruktur, konflik ini berdampak pada sektor ekonomi kedua negara. Jalur perdagangan di perbatasan lumpuh total. Para pedagang kecil, petani, dan masyarakat lokal kehilangan akses terhadap sumber penghidupan mereka.
Organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah Internasional telah mengirim bantuan darurat, namun menghadapi kesulitan dalam distribusi akibat situasi yang masih berbahaya.
Situasi Terkini: Masih Tegang dan Belum Ada Gencatan Senjata
Hingga Kamis, 24 Juli 2025, bentrokan bersenjata masih terjadi di beberapa titik. Laporan terakhir menyebutkan adanya pergerakan tambahan pasukan militer dari kedua belah pihak ke garis depan. Suara ledakan dan tembakan masih terdengar di wilayah perbatasan, memaksa warga sipil untuk tetap berlindung di pengungsian.
Para analis menilai bahwa jika konflik ini tidak segera ditangani melalui jalur diplomatik, maka potensi perang terbuka berskala penuh sangat mungkin terjadi.
Kesimpulan
Konflik antara Thailand dan Kamboja yang kini telah memakan korban jiwa warga sipil menuntut perhatian serius dari dunia internasional. Ketegangan geopolitik yang melibatkan sengketa wilayah bukan hanya menjadi urusan dua negara, tetapi juga menjadi ancaman stabilitas kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.
Semoga suara perdamaian bisa lebih keras dari dentuman senjata, dan kedua pihak dapat segera kembali ke meja perundingan sebelum lebih banyak nyawa tak bersalah melayang.